Pulau Bunta. Sekilas
kedengaran asing, karena tidak banyak yang mengetahui pulau tersebut. Hanya
segelintir orang, bisa jadi yang hobi memancing atau suka berpetualang yang
tahu tentang pulau ini. Pulau Bunta terletak di Peukan Bada, Aceh Besar. Sebuah
pulau yang menyimpan berjuta keindahan mulai dari panorama yang indah, terumbu
karang yang cantik tak kalah dari sabang, serta pulau ini terkenal karena
tak ada tupai sehingga pohon kelapa dapat tumbuh subur, dan uniknya lagi di pulau
ini tidak ada nyamuk.
Rasa penasaran yang tinggi
mengundang saya untuk mencari akses kesana, dan mencoba menjumpai pak keuchik
pulau bunta untuk meminta izin. pak keuchik begitu mendukung serta
merekomendasikan kami untuk naik perahu pak Asri, salah seorang penduduk asli
pulau bunta yang sering ke Banda Aceh. Akhirnya kami memutuskan akan berangkat hari sabtu 31’agustus 2013.
***
***
Pagi ini saya dan 5 orang
teman menumpang mobil Pick-up, kami duduk dibelakang dibawah sinar matahari pukul
10 yang tak segan-segan membakar kulit kami. Perkenalkan teman- temanku, Rinal,
Ian, Laey, Edy, dan Surgek. Di tambah
empat orang teman Rinal yang naik motor, Ayi, Tm, Amar, dan Abot. Kami menuju daerah
Lam Tengoh, disana tempat kami akan berangkat menuju destinasi.
Sebuah perahu hijau milik pak
Asri sudah siap di ujung dermaga. tanpa menunggu lama kami langsung mengangkat
barang-barang bawaan ke atas perahu sambil bercerita tentang kisah pulau bunta dengan
pak Obay. Pak Obay bukan penduduk asli pulau bunta, tapi sudah menetap lama
disana, jadi banyak hal yang dia tahu. Setelah semua naik perahu, kami
berangkat.
Ini pengalaman pertama saya
naik perahu menyusuri perairan antara pulau batee dengan ujung barat pulau
sumatera, ujong pancu. kata pak Obay, “Di antara kedua pulau ini lautnya terkenal
ganas, karena disini tempat yang mempertemukan samudera hindia dan selat malaka”.
Beruntung waktu itu arus tidak terlalu kuat, selat malaka dan samudera hindia
sedang “akur”. Tapi demi keselamatan tetap saja kami memakai jaket pelampung.
Sepanjang perjalanan kami
disuguhi pemandangan indah, birunya laut berpadu eksotisnya pulau bunta tampak
dari kejauhan seakan memanjakan mata. Kata pak Obay, “pulau ini dinamai bunta
karena bentuknya yang seperti punggung unta, memiliki dua bukit yang menjulang
diatasnya.”
Setelah satu jam perjalanan
kami tiba di pulau bunta. Perahu yang kami tumpangi tidak bisa menepi di
dermaga karena dermaganya rusak akibat terjangan gelombang tsunami 2004 silam.
Kami terpaksa harus mendarat di air yang hampir sepinggang, barang-barang bawaan
kami angkat tinggi agar tak terjamah oleh ombak.
Keindahan bunta langsung
menyergap begitu menginjakkan kaki disana. Di tepian pantai dipenuhi batu sungai
yang seolah begitu tertata rapi. Di sisi timur tampak hamparan pasir putih
kontras di antara warna biru laut dan hijau pegunungan. Di sisi barat tampak
pulau kecil berdiri gagah. “jika air surut pulau ini bisa dijangkau dengan
berjalan di atas batu, disana juga orang sering memancing” kata pak Obay.
Setelah melihat panorama
sekitar yang sempat membuatku berdecak kagum, kami menuju sebuah rumah
panggung. Disana kami merasa kelelahan dan duduk beristirahat. Untuk siang ini
kami sudah membawa nasi, jadi tidak repot-repot memasak lagi. Kami
langsung menyantap makanan siang dan
kemudian menuju ke pantai untuk mendirikan tenda. Jauh-jauh ke bunta tidak seru
kalau nginap dirumah, makanya kami mendirikan tenda.
Siang itu di tengah teriknya
matahari pukul 2 kami sibuk masing-masing. Ada yang mempersiapkan tempat masak
untuk nanti malam, ada yang sibuk mencari kayu bakar, dan saya memilih berenang
karena penasaran ingin mencoba
snorkeling. Ternyata benar kata orang terumbu karangnya cantik dan banyak
ikan-ikan kecil. Jika tidak percaya, datang dan lihat sendiri kesini. Beruntung
sekali Rinal mendapat lobster kecil selagi snorkeling.
Sore hari setelah kami memasak
nasi untuk makan malam, kami meninggalkan tenda mengikuti jalan setapak menuju
arah barat. Trekking yang menanjak di lereng bukit yang langsung berbatasan
dengan jurang langsung ke laut. Melewati semak belukar dan tanah yang licin.
Lengah bisa-bisa terpeleset ke jurang. Kami baru sadar ternyata surgek tidak
tahu kami pergi melihat sunset, kemudian laey mencoba menghubungi dengan sinyal
seadanya. Sinyal disini timbul tenggelam, kadang-kadang saja ada sinyal. Kami
tidak mungkin menunggu karena tidak mau melewatkan moment bagus melihat sunset.
Setelah melewati bukit dan
menerobos hutan, kami di hibur dengan pemandangan spektakuler. Mercusuar putih
menjulang tinggi, di dukung hamparan rerumputan hijau seperti permadani yang
dibentang guna menyambut para pengunjung pulau. Di tepian laut terdapat gua
kecil yang dihempas gelombang, Jauh di tengah laut terlihat pulau karang.
Siluet jingga senja melengkapi keindahan. Kami tak mau kelewatan berfoto
bersama lukisan alam yang luar biasa ini.
Matahari sudah tenggelam di
gelapnya hari, surgek baru tiba. Sebuh moment bagus yang di lewatkan surgek. Kemudian kami berjalan kembali di tengah
gelapnya hutan ditemani cahaya bintang dengan penerangan senter seadanya. Sesekali kami dikagetkan
bunyi semak belukar yang di terjang babi hutan yang kaget dengan keberadaan
kami.
Malam harinya kami memanggang
ayam yang sudah kami siapkan, dikombinasikan dengan sambal kecap yang sedikit
pedas. Kemudian di akhiri dengan buah timun segar yang diberikan pak Asri
sebagai pencuci mulut. Makan malam mewah untuk petualangan yang seru ini.
Selesai makan kami duduk
bersama-sama di tepian laut menikmati segelas kopi dan kacang. Langit malam begitu
cerah berbintang, ditemani kesunyian dan tanpa ada penerangan lampu sama sekali
di pulau ini. Api unggun yang kami buat ikut menghangatkan suasana bercengkrama
kami saat itu. Ini moment yang luar biasa bersama teman-teman.
Awan gelap muncul
mengusik indahnya suasana, tiba-tiba
petir yang tidak jauh dari kami membuat mata silau. Saking paniknya lagi-lagi Surgek
ketiban sial, dia terinjak oleh Edy yang juga sama-sama kabur ke tenda. Karena cuaca
yang tidak mendukung kami membereskan barang, tetesan hujan tak mau menunggu dan
langsung menyerbu kami. Kami berlarian ke bangunan serbaguna. Disini kami
menghabiskan sisa malam dengan angin kencang di luar, satu persatu rasa ngantuk
mulai menyapa dan tidur… (bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar