Sabtu, 16 November 2013

Keindahan yang jarang disapa, Pantai Lhok Ketapang

         Weekend tentunya merupakan hari yang dinanti oleh banyak orang karena bisa bermalas-malasan dirumah setelah letih dengan rutinitas kerja sepekan lalu. Lain halnya dengan yang mempunyai hobi berpetualang. Tentunya di hari jumat pertanyaan ; “Kemana tujuan weekend yang seru kali ini?” telah mengusik benak mereka.
Masih banyak sekali tempat-tempat yang menyajikan keindahan alam disekeliling kita yang belum banyak disapa pengunjung. Tempat-tempat seperti ini asik dikunjungi ketika weekend, Lhok Ketapang misalnya. Tempat yang dapat ditempuh dengan 3 jam perjalanan dari Ujong Pancu, Aceh Besar ini menyajikan keindahan pantai pasir putih dengan biru laut yang kontras, tampak dari kejauhan pulau bunta yang menambah keindahan yang memanjakan mata.
            ***
            Cerita ini bermula ketika sabtu pagi menjelang siang yang mulai sedikit terik, Dodi, Ian dan Rinal menjemputku. Kami mengendarai motor dibawah sinar matahari yang tidak segan-segan membakar kulit kami. Kami menuju Ujong Pancu, disana dua orang temanku telah menunggu.
“Kemana aja lama kali baru sampai jam segini” kata Asra.
“Itulah, luamayan lama kami tunggu disini”. Sambung Laey dengan akrabnya.
Laey ini teman asra yang juga ikut petualangan, orangnya asik dan cepat berbaur.
            “biasa, janji orang Aceh” jawab Rinal.
Segera kami menitip motor di salah satu rumah warga, dan mulai berdoa untuk memulai perjalanan kami.
Destinasi kali ini kami mengandalkan Rinal, karena diantara kami cuma Rinal yang pernah kesana. Parahnya Rinal mulai sedikit lupa.
Kami terus mengikuti jalan setapak menerobos hutan yang masih begitu hijau dan segar, trek dakian yang begitu terjal ditambah bawaan perlengkapan camping membuat tenagaku begitu terkuras. Baju sudah bermandikan keringat.
            “istirahat dulu ya”, pinta ku.
            “iya, aku juga capek nih, sahut Dodi dengan cepat



Trek menuju Destinasi Pantai Lhok Ketapang

Break
Setelah berhenti sejenak melepas lelah, kami melanjutkan perjalanan. Dalam  perjalanan kami sempat bertemu dengan beberapa orang yang sedang berburu rusa.
Dua setengah jam berlalu, dengan rute jalan yang sedikit samar karena jarang dilalui akhirnya kami menjumpai sumber air, kami mengisi botol minum hingga penuh untuk persediaan memasak dan minum. Kami beristirahat sedikit lama, bersantai dengan suasana hutan yang alami.


Rinal mengisi persediaan air
“yok lanjut perjalanan” kata Rinal
“masih jauh, nal? Tanya Ian
            “udah hampir sampai, dikit lagi. Jawab Rinal
Jawaban palsu Rinal, berhasil meyakinkan kami. Di tambah suara deburan ombak dari kejauhan membuat kami percaya pantai Lhok Ketapang sudah dekat. Padahal dari sumber air hinnga tempat destinasi itu sekitar setengah jam perjalanan lagi.
Keletihan perjalanan terbayar tuntas ketika kami tiba di padang ilalang yang begitu hijau. Tampak dari kejauhan pesona pantai biru kontras dengan pasir putihnya. Dibelakang kami tampak gunung yang menjulang tinggi, yang berhasil kami lalui.


Padang Ilalang
Pantai Lhok Ketapang

Pohon di tepi pantai
Siang ini kami malas memasak, kami hanya mengganjal perut dengan roti. Bersantai dibawah pohon yang cukup rindang yang tumbuh tidak jauh dari bibir pantai.
“kita pasang tenda dulu yok, ntar baru lanjut santai lagi” ajak Rinal dengan santai.
“yok..yok” sahut kami berlanjut.
Kami mulai mencari lokasi yang bagus untuk mendirikan tenda. Dengan kesadaran masing-masing kami mengambil andil bagian. Ada yang memasang tenda, ada yang mencari kayu bakar, ada yang mengumpulkan makanan yang kami bawa. Semuanya bekerja.


Persediaan makan dan minum seadanya
Menjelang sore kami bermain di tepian pantai, ditemani umang-umang yang lalu lalang disekeliling kami. Asra mencoba keberuntungan nya memancing ikan dengan caranya sendiri.
“yub.. yub.. kaki ku berdarah nih kena karang, ada bawa betadine?”, teriak Asra dari kejauhan
“ada, ambil aja dalam carrier sana” jawabku
            berlatar belakang sebagai perawat, aku selalu membawa perlengkapan P3K jika kemping.
Puas bermain di hantaman ombak kami kembali ke tenda, melihat Asra yang sedang sibuk memerban kakinya yang luka.
“jalan kearah sana yok” ajak Laey sambil menunjuk batu- batu besar di tepian pantai.
“iya tunggu siap aku plaster luka dulu” sahut Asra
“yok. waktu aku dulu kesini, kami dapat lobster disana” tambah Rinal
Sore hari itu kami menyusuri pantai berharap beruntung dapat lobster, sayangnya keberuntungan tidak berpihak. Tidak satupun kami temukan. Akhirnya kami hanya berfoto dengan keindahan alam sebagai background fotonya. Sepertinya itu cukup.


Diatas Batu
Senja menyapa, kami menikmati keindahan nya ditemani segelas kopi. Cerita demi cerita mengisi kebersamaan hingga gelap mulai hadir. Kami mulai kembali ke tenda dan membakar kayu bakar untuk penerangan.


Segelas kopi dan Senja

Senja
Masak memasak dimulai. Menu malam ini nasi dan indomie seafood. Kami sebut indomie seafood karena indomie yang kami masak ditambah cumi-cumi umpan pancing Asra yang gagal memancing karena kakinya luka. Menu yang cukup enak. karena beneran enak atau karena suasana yang membuat makanan menjadi enak. Ah entah lah!


Suasana Makan Malam
Malam hari kami lewati dengan tidur di pecahan karang yang bertumpuk tinggi dihempas ombak pasang. Menikmati gemintang sambil berbagi pengalaman. Seakan masalah terlupa sejenak ketika menikmati suasana indah begini.
“Tadi aku ada bawa ubi sama jagung, hampir aja lupa, kita panggang-panggang yok!!.” kata Rinal
“Pas kali, aku pun mulai lapar”. Sahut Dodi sambil mengelus perut
Kami mulai memanggang ubi dan jagung di api unggun yang kami buat untuk penerangan. Sesekali umang-umang berkumpul mendekat mengusik, keisengan Laey timbul dengan memanggang umang-umang yang mengganggu.
Malam semakin larut, setelah ubi dan jagung sampai di perut kami. Rasa kantuk seakan tidak menghampiri jika sudah berkumpul bersama seperti ini. mengingat rute pulang yang melelahkan, kami mencoba menjaga stamina. Dan memaksa mata agar segera terlelap.
            ***
            Suara berisik di laur tenda terdengar membangunkanku. Aku bisa menebak, itu pasti Rinal yang sedang memasak air. Ketika aku keluar dari tenda ternyata benar. Rinal lah anak muda yang rajin bangun pagi memasak air buat kopi.
            “Ada masak lebih buat aku, nal?” Tanyaku
            “Ada, banyak itu ku masak. Cukuplah untuk kalian buat kopi” jawab Rinal
            Satu persatu semua bangun, ikut membuat kopi dan menikmatinya di tepi pantai dengan hangatnya cahaya mentari.
            “Masak terus yok, aku mulai lapar” ajak Asra dengan wajah laparnya
            “Yok.. aku pun mulai lapar” jawabku
            Ternyata persedian air kami hanya tinggal sedikit, kami simpan untuk persediaan jalan pulang. Pagi itu kami terpaksa memasak nasi dengan campuran air laut. Masih menu yang sama, kami juga memasak indomie. Enak gak enak, anggap saja enak jika dalam kondisi begini.
            Menjelang siang kami membongkar tenda. Sebelum pulang kami mengutip sampah yang berserakan disekitar dan membakarnya. Sebagai manusia yang cinta dengan alam, kami menjaga kebersihan. Tempat yang indah seperti ini akan kotor jika tidak kita jaga. [Tamat]

Lhok Ketapang, 28 April 2013


Mapala Gagal