Kamis, 10 Oktober 2013

DESTINASI PULAU BUNTA - Bagian 2

...Sambungan

            Selamat pagi. Sapaan kicau burung terdengar menghibur. Kami bangun dengan badan segar, tanpa usikan nyamuk sedikitpun. Sayangnya pagi  ini kami tidak beruntung, sunrise tidak menampakkan diri karena cuaca sedikit mendung dan gerimis. Saya berjalan menuju tenda, melihat sisa badai semalam yang menghancurkan tenda kami. Didekat tenda sudah ada rinal yang memasak air untuk membuat kopi dan memasak mie instan untuk sarapan. Layaknya seorang ibu memasakkan sarapan untuk anaknya-anaknya, begitulah Rinal.
Setelah gerimis mereda pak Obay datang mengajak berkeliling pulau. Sangat disayangkan jika jauh-jauh kesini kami hanya menghabiskan waktu bermalas-malasan. Karena itu  Saya, Ian, Edy, Laey, dan Surgek menerima ajakan. Sedangkan rinal dan teman-teman lain lebih memilih snorkling di pantai karena kemarin mereka belum puas snorkling.
            Kami memulai perjalanan melalui arah timur, dengan perbekalan air yang Cuma setengah botol aqua besar dan kwaci yang dibawa Ian. Ditambah pisau yang mungkin diperlukan untuk menjaga diri jika ada binatang liar. Kami melewati jalan setapak, dibawah pepohonan kelapa. Saya melihat banyak kelapa yang berserakan, Pak obay menandai kelapa itu, dan meletakkannya lagi di tempat semula. Kebiasaan orang disini, jika kelapa sudah ditandai orang tidak boleh mengambil.
            Kemudian kami menyusuri tepian pantai, sepanjang perjalanan kami disajikan pemandangan gunung goh leumo yang berselimut awan di sebelah timur. di tepian sisa air pasang terlihat banyak batang kayu yang terhanyut ombak, banyak sandal sebelah-sebelah, juga banyak botol minuman segala merk yang masih bersegel. Tidak hanya sampah, kami juga menemukan karang merah. kata pak Obay “karang jenis ini sudah langka di Indonesia”. Entahlah, jika memang sudah langka seharusnya pemerintah lebih peduli akan hal ini.




Berjalan menikmati suasana sambil ditemani kwaci membuat kami Tak sadar 2 jam lebih perjalanan sudah kami tempuh, minuman sudah habis. Karena banyaknya buah kelapa yang berserakan Pak obay mengakali dengan mengambil air kelapa untuk menghilangkan dahaga.
tibalah saat yang sedikit ekstreme, melewati bebatuan yang dihempas ombak. Ditambah licinnya batu membuat kami begitu berhati-hati agar tidak terpeleset. Hanya ada dua pilihan ketika itu, lanjutkan dengan memanjat tebing agar sampai di mercusuar atau kembali melewati pesisir pantai. Mengingat perjalanan yang cukup jauh jika kembali, saya memilih mengambil resiko memanjat tebing.






Tak terbayang, serusak apa tubuh ini jika tidak hati-hati dalam memanjat dan tergelincir jatuh kebawah tebing, kearah batu-batu karang runcing dan ombak ganas samudera hindia. Resiko yang cukup besar memang mendaki tebing yang curam tanpa pengaman. Syukurlah kami semua selamat tiba di mercusuar tempat kemarin sore kami mengabadikan lukisan sunset alam.
Beristiraahat sejenak di mercusuar, sambil bercerita tentang “mon na laba” yaitu sumber air pertama di pulau ini. Rencananya ingin kesitu melihat sumber air tersebut, melihat badan yang sudah begitu letih kami membatalkan niat dan kembali ke tenda.
Selama tiga setengah jam berkeliling pulau saya melihat tidak banyak rumah di pulau ini, mungkin banyak rumah yang telah hancur akibat bencana tsunami silam. di mercusuar ada beberapa rumah permanen yang dihuni beberapa orang yang menjaga mercusuar. Tidak banyak penduduk yang mendiami pulau ini. Mereka hanya melepas hewan ternak sapi disini, sehingga beberap tempat berserakan kotoran sapi.
tiba di tenda rinal dan teman-temannya sedang asik dengan hasil kerang yang mereka dapat. rasa letih membuat kami malas memasak utuk makan siang, waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore akhirnya kami memutuskan untuk membongkar tenda dan berkemas-kemas pulang.
Sepanjang perjalanan pulang Samudera Hindia dan Selat malaka  sepertinya sedang tidak  “akur”,  perahu yang kami tumpangi sedikit tidak stabil terhempas gelombang. Karena letih saya memilih untuk memejamkan mata dan mencoba tidur di ayunan gelombang, tetapi percikan ombak yang diterjang laju perahu lagi- lagi mengenai muka saya dan membuat saya gagal tertidur. keletihan mata saya saat itu sedikit terhibur dengan pemandangan kota Banda Aceh dari tengah laut. Tak terasa sejam berlalu kemudian perahu berhasil bertambat di dermaga lamtengoh. [tamat]




**Datang dan buktikan sendiri keindahannya. buat petualanganmu sendiri!!

2 komentar:

  1. Hallo Bro mantap sekali lokasinya. beberapa waktu yang lalu saya mengenai pulau Bunta dari TV dan Internet. punya rencana utk pergi ke sana.
    boleh di bagi informasi keuchik desa Pulau Bunta, Pak Asri atau Pak Obay? karena rencana kami akan camping ground di Pulau Bunta.
    utk informasi dapat di kirim di email saya yanny.berliana@wilmar.co.id / xnetwarnet@gmail.com

    salam...

    BalasHapus
    Balasan
    1. info nya sudah saya kirim via email bro.
      selamat berpetualang menikmati keindahan pulau bunta
      :)

      Hapus