Matahari siang ini sedikit bersahabat, sinarnya tidak secerah
semangat kami menuju destinasi. Jam tanganku menunjukkan tepat pukul 13.00wib, semua
teman-teman baru lengkap berkumpul. Petualangan kami kali ini beranggota 7 orang,
perkenalkan temanku Ian, Dodi, Rinal, Jawir, Surgek, dan Asra atau akrab disapa
Ass.
Tidak ingin berlama-lama kami langsung menuju destinasi pantai Lange. Sebuah pantai indah yang terletak di kemukiman lampuuk ini masih jarang dikunjungi karena tidak ada akses jalan menuju kesana. Destinasi kali ini kami tempuh dengan modal nekat dengan bantuan sedikit info yang kami dapat dari warga.
Tidak ingin berlama-lama kami langsung menuju destinasi pantai Lange. Sebuah pantai indah yang terletak di kemukiman lampuuk ini masih jarang dikunjungi karena tidak ada akses jalan menuju kesana. Destinasi kali ini kami tempuh dengan modal nekat dengan bantuan sedikit info yang kami dapat dari warga.
Kami mengendarai motor menyusuri jalan setapak bebatuan. Tidak jauh berjalan kami sudah dibuat ragu oleh pertigaan jalan yang membuat kami terpaksa harus memilih. Tentu saja akan dilema
dihadapkan pada dua jalan yang tidak pasti. Ketika itu kami memutuskan untuk memilih suara
terbanyak, 6 suara memilih menuju kanan, dan hanya Surgek yang memilih kiri. Kami
semua menuju arah kanan dan meneruskan perjalanan.
Semakin jauh kami menerobos mulai timbul keraguan, karena jalan yang kami tempuh semakin ekstreme dan pondok yang kami tuju untuk memarkir motor tidak kunjung ditemukan. Kemudian kami memutuskan untuk kembali dan mengambil jalan pilihan surgek.
Semakin jauh kami menerobos mulai timbul keraguan, karena jalan yang kami tempuh semakin ekstreme dan pondok yang kami tuju untuk memarkir motor tidak kunjung ditemukan. Kemudian kami memutuskan untuk kembali dan mengambil jalan pilihan surgek.
Tidak jauh dari jalan pilihan Surgek kami menemukan pondok
kecil yang kami tuju. Segera kami memarkir motor di samping pohon dekat pondok tersebut. Dari
informasi yang kami dapat, cuma sampai disini kita bisa mengendarai motor. Sisa
perjalanan harus ditempuh dengan berjalan kaki mengikuti jalan setapak menerobos
hutan.
Suasana alam yang segar dengan pemandangan kiri dan kanan ditumbuhi pepohonan besar terus menemani perjalanan. Trek yang kami lalui terus menanjak membuat kami kelelahan dan keringat membasahi baju kami. Sesekali terdengar suara jeritan mesin senso dan tumbangan pohon mengisi kekosongan pembicaraan.
Suasana alam yang segar dengan pemandangan kiri dan kanan ditumbuhi pepohonan besar terus menemani perjalanan. Trek yang kami lalui terus menanjak membuat kami kelelahan dan keringat membasahi baju kami. Sesekali terdengar suara jeritan mesin senso dan tumbangan pohon mengisi kekosongan pembicaraan.
Setengah jam berlalu kami tempuh dengan berjalan kaki,
kemudian kami dihadapkan dengan pemandangan sisa tebangan pohon. Ada rumah
kecil yang disampingnya tersusun banyak papan. tidak jauh dari situ ada sumber
air. Kami mulai mengisi botol minuman kami yang sudah kosong sambil
beristirahat sejenak melepas lelah. Melihat pemandangan sekitar itu timbul pertanyaan
dipikiranku, penebangan legal atau illegalkah? Aku hanya bisa memaki dalam hati
terhadap kerusakan itu.
Tak ingn terlalu lama beristirahat kami mulai melanjutkan
perjalanan. Kami tidak tahu sudah sedalam apa kami memasuki hutan ini, begitu
banyak persimpangan yang terlihat sama. Kami mengandalkan tanda tanda di
pepohonan yang dibuat orang yang sebelumnya pernah kesana. kami mencoba secepat
mungkin tiba di destinasi karena hari mulai menjelang sore.
Tiba di pantai lange kami terhibur dengan hamparan bukit
rerumputan hijau. Kemudian saya berlari menaiki bukit, pemandangan dari atas
bukit membuat saya terkesima melihat keindahan pasir putih kekuningan
dengan ombak laut yang ganas. Sebelah
utara tampak tebing yang seolah terpahat rapi yang dihantam ombak. Tidak jauh dari situ ada gua kecil. Sebelah selatan tampak hijaunya bukit kontras
dengan hijaunya pepohonan yang menyegarkan mata.
Matahari semakin condong ke barat, awan gelap mulai mengusik
keindahan. Kami menuju pondok shelter kecil yang bisa meneduhkan jika hujan
tiba. Sayangnya disana telah ada anak mapala unsyiah yang sudah camping sejak
kemarin. Kami hanya menyapa dan kemudian bergegas mencari tempat lain untuk
mendirikan tenda sebelum hujan menyerbu.
Sore hari waktu kami habiskan dengan bercanda di depan tenda. Ada sedikit harapan semoga awan gelap segera hilang dan sunset menyapa kami. Sayangnya awan gelap tetap setia menyelimuti senja. sisa harapan kami berubah, semoga saja tidak turun hujan.
Malam hari kami mempersiapkan makan malam bersama. Rinal yang
jagonya masak bersama Jawir mulai memasak nasi dan indomie. Ikan yang telah
kami persiapkan kami panggang sebagian, dan sebagian lagi kami sisakan buat
makan-makan tengah malam. Aku dan dodi
dengan gaya koki amatir memanggang ikan ala iklan rokok dunhil. Sementara Ian
dan Ass mempersiapkan sambal kecap pedas buat colekan ikan. Ketika itu Surgek
hanya sibuk dengan membakar kayu membuat api unggun untuk penerangan, dan
ketika itu saya mulai heran melihat anak satu ini melayukan daun diperapian.
Setelah semua selesai dimasak, barulah saya menyadari ternyata Surgek lupa membawa piring. Daun
yang telah dilayukan rencana akan dijadikan piring. Konyol sekali bukan? padahal
ada panci tempat memasak indomie yang bisa digunakan untuk makan dalam keadaan
seperti ini. Gelak tawa muncul karena melihat kekonyolan ini. Kemudian kami makan
bersama dibawah gelapnya langit tanpa gemintang.
Malam hari kami habiskan dengan duduk di tepi pantai. Entah
dari mana awalnya pembicaraan tiba-tiba muncul pertanyaan dari Ass ; apa yang
bakal dilakukan kalau menemukan mayat terdampar di tepian pantai ini?.
pertanyaan yang sedikit aneh ini memberikan beragam jawaban dari masing-masing
kami, dan komentar yang lucu-lucu hinnga timbul candaan yang menghangatkan
suasana ditengah dinginnya malam.
Malam semakin larut, kami kembali ke tenda memanaskan air
untuk membuat kopi. Dodi yang mulai lapar mencari-cari ikan yang digantungnya dicabang
pohon tadi. Ikan kami hilang dan tidak ada sedikitpun tanda-tanda bahwa ikannya
dimakan binatang liar. memang sedikit aneh kalau dipahami logika. Siapa yang mengambilnya?
Kami hanya mengikhlaskan ikan itu dan melanjutkan membuat kopi sambil bercanda
melupakan masalah ikan.
Angin kencang mulai membuat kami tidak nyaman duduk diluar,
kami masuk kedalam tenda dan menghabiskan sisa malam dengan suara gemuruh
angin. Beruntung hujan tidak turun membasahi.
***
***
Pagi menyapa. Matahari masih enggan menampakkan diri
bersembunyi dibalik bukit. Seperti biasanya Rinal bangun lebih awal kemudian memasak
air untuk membuat kopi. Kami mulai terjaga satu persatu langsung membuat kopi
dan menikmatinya di atas bukit rerumputan. Dihibur pemandangan laut dengan
ombak ganas membuat kami lupa akan rasa lapar.
Pagi itu saya menikmati suasana berjalan di tepian laut
sambil melihat banyaknya sampah botol minuman yang terdampar disini, disusul
teman-teman yang lain kami bersama menuju arah tebing. Disana kami mencoba
melewati tebing yang licin yang diterjang ombak lepas samudera hindia. Kami
mencoba mencapai pantai Ie Rah yang terletak dibalik tebing tersebut. Sebuah
pantai yang menyajikan pemandangan hempasan ombak yang membentu seolah air
mancur.
Satu per satu tebing terlewati hingga kami mentok di tebing
terakhir. Kondisi air yang pasang memaksa harus berbasah-basahan. Karena tanpa
sengaja kami membawa hp dikantong terpaksa kami berhenti sampai disitu. Ass dan
dodi bersikeras ingin melihat keindahan pantai ie rah dan menerobos terjangn
ombak pasang. Sementara kami hanya menunggu mereka di atas tebing sambil
melihat pemandangan ombak samudera hindia yang menghempas tebing tempat kami
berpijak.
Tidak lama waktu berlalu kami tiba-tiba dikejutkan oleh
kepanikan Dodi yang kembali dengan wajah pucat pasi. Gerakan mulutnya tak lagi
jelas seolah ingin mengatakan sesuatu. Kami heran sekaligus penasran, apa yang
akan disampaikan Dodi. Setelah kami bisa menenagkan Dodi baru lah dia
menjelaskan ternyata dia melihat mayat. Kami bergegas menuju pondok yang
disinggahi anak mapala dan segera memberitahu bahwa teman kami menemukan mayat
agar mereka dapat menghubungi tim SAR (Search And Rescue).
Setelah itu kami kembali ke tenda dan memasak makanan buat sarapan pagi yang sudah telat dan hampir menjelang siang. Sambil memasak kami bercerita menertawakan kepanikan Dodi dan tanpa sengaja kembali teringat pembicaraan kami semalam tentang menemukan mayat. Pembicaraan semakin panjang mengisi waktu hingga kami selesai makan. Tiba-tiba kami dihampiri anak mapala, mereka berpamitan akan pulang lebih awal. Kami juga berencana akan pulang siang ini, hanya saja kami menunggu datangnya tim SAR untuk menginformasikan dimana mayat yang ditemukan Dodi.
Setelah itu kami kembali ke tenda dan memasak makanan buat sarapan pagi yang sudah telat dan hampir menjelang siang. Sambil memasak kami bercerita menertawakan kepanikan Dodi dan tanpa sengaja kembali teringat pembicaraan kami semalam tentang menemukan mayat. Pembicaraan semakin panjang mengisi waktu hingga kami selesai makan. Tiba-tiba kami dihampiri anak mapala, mereka berpamitan akan pulang lebih awal. Kami juga berencana akan pulang siang ini, hanya saja kami menunggu datangnya tim SAR untuk menginformasikan dimana mayat yang ditemukan Dodi.
Tiga jam berlalu, tim SAR baru tiba. Dodi dengan kepanikannya menginformasikan kepada tim SAR. Kemudian kami membongkar tenda, membersihkan sampah sekitar tenda dan membakarnya. Setelah beres kami mulai perjalanan pulang dengan sesekali dihampiri wartawan yang ingin mengetahui info tentang temuan Dodi. [tamat]
Gmn ke langee dengar-dengar susah izinnya, betulkah???
BalasHapus